Silpa Tinggi, Alokasi Dana ke Desa Diperbesar

DuitBLORA, suaramerdeka.com – Tingginya angka sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) di Blora yang terjadi hampir setiap tahun, memunculkan wacana sebagian besar dana pembangunan dikucurkan ke desa.

Wacana tersebut dikemukakan salah seorang anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Blora, Seno Margo Utomo. Menurutnya selama ini proyek pembangunan yang dilaksanakan desa kualitasnya cukup baik. Selain itu juga penyerapan anggarannya tergolong tinggi.

‘’Daripada dananya sudah dianggarkan dalam APBD namun tidak terpakai karena kegiatan atau proyeknya tidak dilaksanakan, apakah tidak lebih baik sebagian dana pembangunan dialokasikan ke desa-desa saja,’’ ujarnya, Kamis (25/12).

Seno Margo Utomo yang juga anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku belum memiliki data komplit sisa anggaran tahun ini. Hanya saja dari data yang diterimanya per 15 Desember 2013, silpa tahun ini diperkirakan mencapai Rp 200 miliar. Jumlah tersebut tertinggi dibanding silpa tahun-tahun sebelumnya.

Sekadar diketahui silpa tahun anggaran 2012 mencapai Rp 146 miliar. Jumlah tersebut menurun dibanding silpa 2011 yang mencapai Rp 160 miliar. Adapun silpa pada tahun 2010 sebesar Rp 87 miliar.

Tingginya silpa itu terjadi karena banyak proyek atau kegiatan yang tidak selesai atau tidak dilaksanakan padahal dananya telah dianggarkan dalam APBD. Anggaran itupun akhirnya tidak terpakai.

Menurut Seno Margo Utomo program percepatan penyerapan anggaran melalui percepatan pelaksanaan proyek pembangunan yang dilakukan Pemkab Blora dinilai kurang berhasil. ‘’Salah satu buktinya adalah silpa yang masih tinggi,’’ tegasnya.

Anggota DPRD yang berdomisili di Desa Seso, Kecamatan Jepon itu menuturkan pemerintah pusat dan DPR RI belum lama ini mengesahkan undang-undang tentang desa. Dalam UU tersebut antara lain diatur pengalokasian dana pembangunan di desa yang mencapai 10 persen dari total dana alokasi umum (DAU) yang diterima setiap kabupaten.

Menurutnya Pemkab juga harus mendukung pelaksanaan UU tersebut. ‘’Daripada terdapat silpa setiap tahun yang jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan miliar, lebih baik dananya untuk pembangunan di desa saja. Sangat banyak bidang-bidang yang perlu dibangun di desa. Itu juga demi pemerataan pembangunan hingga ke pelosok desa,’’ tegasnya. (Suara Merdeka)

Pengesahan RUU Desa molor, PPDI tetap tuntut jadi PNS

Ruu DesaPupus sudah impian pemerintah desa dan masyarakat desa untuk menikmati Undang-Undang tentang Desa dalam waktu dekat. Sebab, pemerintah dan DPR RI masih belum sepakat mengesahkan UU Desa pada 2 April mendatang.

Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa menjadi UU yang sedianya akan ditetapkan awal April ini ternyata batal.

Hal tersebut diperjelas pernyataan Ketua DPR RI, Marzuki Alie setelah menghubungi Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Ponorogo, Kasmani lewat telepon.

Kasmani memaparkan bahwa RUU Desa sementara belum bisa dipastikan akan ditetapkan pada bulan April ini. “Pak Marzuki selaku Ketua DPR RI menjamin bahwa RUU Desa belum akan disahkan menjadi UU Desa pada bulan April mendatang,” ujarnya.

Dia menambahkan saat ini DPR RI berusaha mengegolkan masa jabatan kepala desa dari 6 (enam) tahun menjadi 8 (delapan) tahun, dengan ada batasan 2 (dua) kali masa jabatan atau periodesasi.

“Insya Allah tujuh puluh persen masa jabatan Kepala Desa bisa direalisasikan,” ungkap Marzuki seperti ditirukan oleh Kasmani, Sabtu (30/03/2013). Sementara itu terkait penambahan anggaran bagi desa dari APBN, DPR RI mengusulkan agar ada penambahan anggaran bagi desa.

“Namanya adalah penambahan Alokasi Dana Desa atau ADD dari APBN, tetapi nominal belum bisa dijelaskan saat ini,” ungkapnya.

Selain itu tuntutan PPDI juga menjadi prioritas utama, yaitu pengangkatan perangkat desa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Kalau hal itu tak bisa direalisasikan, maka pihak DPR RI mengusulkan adanya penambahan penghasilan tetap perangkat desa setara PNS Golongan 2 A,” urainya.

Bahkan, Marzuki juga menjamin kalau dua usulan dimentahkan, DPR RI meminta pemerintah untuk memberi penghasilan tetap setiap bulan kepada perangkat desa di seluruh Indonesia di atas UMK.

“Paling tidak selain mendapat bengkok, setiap bulan para perangkat di seluruh Indonesia akan mendapat tambahan pendapatan pada kisaran Rp 1,5 Juta hingga Rp 2 Juta per bulan, ini wajib,” jlentrehnya.

Disamping itu Kasmani yang juga Kamituwo Dukuh Gupolo Wetan, Desa Gupolo, Kecamatan Babadan juga menilai Desa memiliki posisi strategis di dalam mewujudkan cita-cita bangsa yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur.@arso

Sumber: LensaIndonesia